CERITA PANAS DIRIKU MENJADI PELAMPIASAN NAFSU OLEH KELUARGA YANG MENGADOPSIKU

Aku adalah anak yatim piatu dan aku sendiri tidak tahu siapa kedua orang tua kandungku karena aku sejak dari bayi sudah di tinggalkan orang tuaku di jalan perempatan Tol dimana ada seorang kakek tua menemukanku dan menempatkan aku di lokasi penampungan khusus yaitu yayasan XXX adalah tempat khusus untuk anak yatim piatu. Kakek yang menemukanku adalah kakek kadek namanya yang bekerja sebagai tukang kebun di yayasan XXX.

Biarpun aku adalah anak yatim piatu namun aku memiliki banyak teman di sini yang senasib denganku dan kakek kadek juga sangat akrab dan baik kepadaku. Bagiku itu sudah lebih dari cukup dan akupun bahagia. Sampai suatu hari di siang hari sekitar pukul 13.00 wib ada sebuah mobil mewah berhenti di depan yayasan yatim piatu tempat ku tinggal.

Terlihat sepasang suami istri dengan seorang anak lelaki sekitar umur 15 tahun turun dari mobil mewah tersebut dan memasuki yayasan XXX tempatku tinggal. semua anak yatim piatu di yayasan XXX heboh dan kegirangan karena adanya kesempatan dan kemungkinan bagi mereka untuk memiliki kehidupan baru yang lebih layak apabila sepasang suami istri itu ingin mengadopsi salah satu anak yang di yayasan XXX ini.

Aku tidak bergitu berharap untuk di adopsi oleh kedua sepasang suami itu. karena aku tahu dengan usiaku yang sudah 16 tahun sudahlah tidak mungkin ada kesempatan untukku diadopsi sebagai anak. karena setiap sepasang suami istri yang datang pasti ingin mengadopsi anak dengan umur paling tua 10 tahun.

Sampai kepala yayasan memanggilku ke ruangannya dimana adanya sepasang suami istri dengan seorang anak lelaki yang pastinya adalah anak sepasang suami istri tersebut juga berada di dalam ruangan kepala yayasan.

Aku saat memasuki ruangan kepala yayasan. kepala yayasan memperkenalkan diriku kepada sepasang suami istri tersebut.
“Perkenalkan Ini Sinta, anak yang kuceritakan kepada kalian dan menurutkan yang paling sesuai dengan yang kalian inginkan.” Ujar Ibu Kepala Yayasan.

“Sinta, sini nak mendekat kemari, Ibu perkenalkan kepada kamu sepasang suami istri ini, Ini Ibu Mery dan ini Bapak Rendi yang kedepannya nanti akan menjadi kedua orang tuamu.” Kata Ibu kepala Yayasan kepadaku.

Saat aku mendengar kabar tersebut aku senang namun aku merasa takut untuk memiliki orang tua karena kedua orang tua kandungku saja tidak menginginkanku.

Semenjak aku sah menjadi anak dari sepasang suami istri yang mengadopsiku. Hidupku sangat bahagia dan berubah dimana kedua orang tua angkatku sangat menyayangiku seperti anak sendiri. Kedua orang tuaku menyekolahiku dan yang kuinginkan semua saat aku berada di yayasan yatim piatu tercapai semua.

Terutama Ibu angkatku amat menyayangiku dan Ibu angkatku sendiri yang memilihku dari sekian banyak anak yatim piatu di yayasan. kenyataan yang kutahu Ibu angkatku menginginkan seoarang anak perempuan yang bisa menemaninya sehingga ibu angkatku yang memutuskan untuk mengadopsi anak.

Setelah dua tahun berlalu aku hidup bersama keluarga yang mengadopsiku. Adik lelaki yang bernama Dedi umurnya setahun lebih muda dariku. Kehidupan ini berjalan normal seperti layaknya keluarga bahagia. Akupun yang saat itu telah memasuki semester enam kuliahku, akhirnya di terima bekerja di sebuah bank swasta nasional papan atas dengan posisi sebagai teller. Meskipun aku belum lulus dari perkuliahanku karena penampilanku yang menarik dan keramah-tamahanku, aku bisa di terima berkerja, sehingga aku berhak mengenakan seragam kerja dengan baju atas berwarna putih krem di balut blazer merah yang sewarna dengan rok.

Sampai suatu saat, tiba-tiba ibuku terkena serangan jantung. Setelah diopname selama dua hari, Ibu angkatku wafat meninggalkan aku. Rasanya seperti langit runtuh menimpaku saat itu. Sejak itu, aku hanya tinggal bertiga dengan ayah tiriku dan Dedi adik Tiriku.

Setelah ibu angkatku meninggal, sikap Dedi dan ayahn angkatku mulai berubah. Mereka berdua beberapa kali mulai bersikap kurang ajar terhadapku, terutama Dedi. Bahkan suatu hari saat aku ketiduran di sofa karena kecapekan bekerja di kantor, tanpa kusadari dia memasukkan tangannya ke dalam rok yang kupakai dan meraba paha dan selangkanganku. Ketika aku terjaga dan memarahinya, Dedi malah mengancamku. Kemudian ia bahkan melepaskan celana dalamku. Tetapi untung saja, setelah itu ia tidak berbuat lebih jauh. Ia hanya memandangi kewanitaanku yang belum banyak ditumbuhi bulu sambil menelan air liurnya. Lalu ia pergi begitu saja meninggalkanku yang langsung saja merapikan pakaianku kembali. Selain itu, Dedi sering kutangkap basah mengintip tubuhku yang bugil sedang mandi melalui lubang angin kamar mandi. Aku masih berlapang dada menerima segala perlakuan itu. Pada saat itu aku baru saja pulang kerja dari kantor. Ah, rasanya hari ini lelah sekali. Tadi di kantor seharian aku sibuk melayani nasabah-nasabah bank tempatku bekerja yang menarik uang secara besar-besaran. Entah karena apa, hari ini bank tempatku bekerja terkena rush. Ingin rasanya aku langsung mandi. Tetapi kulihat pintu kamar mandi tertutup dan sedang ada orang yang mandi di dalamnya. Kubatalkan niatku untuk mandi. Kupikir sambil menunggu kamar mandi kosong, lebih baik aku berbaring dulu melepaskan penat di kamar. Akhirnya setelah melepas sepatu dan menanggalkan blazer yang kukenakan, aku pun langsung membaringkan tubuhku tengkurap di atas kasur di kamar tidurnya. Ah, terasa nikmatnya tidur di kasur yang demikian empuknya. Tak terasa, karena rasa kantuk yang tak tertahankan lagi, aku pun tertidur tanpa sempat berubah posisi.

Aku tak menyadari ada seseorang membuka pintu kamarku dengan perlahan-lahan, hampir tak menimbulkan suara. Orang itu lalu dengan mengendap-endap menghampiriku yang masih terlelap. Kemudian ia naik ke atas tempat tidur. Tiba-tiba ia menindih tubuhku yang masih tengkurap, sementara tangannya meremas-remas belahan pantatku. Aku seketika itu juga bangun dan meronta-ronta sekuat tenaga. Namun orang itu lebih kuat, ia melepaskan rok yang kukenakan. Kemudian dengan secepat kilat, ia menyelipkan tangannya ke dalam celana dalamku. Dengan ganasnya, ia meremas-remas gumpalan pantatku yang montok. Aku semakin memberontak sewaktu tangan orang itu mulai mempermainkan bibir kewanitaanku dengan ahlinya. Sekali-sekali aku mendelik-delik saat jari telunjuknya dengan sengaja berulang kali menyentil-nyentil klitorisku.

“Aahh! Jangaann! Aaahh..!” aku berteriak-teriak keras ketika orang itu menyodokkan jari telunjuk dan jari tengahnya sekaligus ke dalam kewanitaanku yang masih sempit itu, setelah celana dalamku ditanggalkannya. Akan tetapi ia mengacuhkanku. Tanpa mempedulikan aku yang terus meronta-ronta sambil menjerit-jerit kesakitan, jari-jarinya terus-menerus merambahi lubang kenikmatanku itu, semakin lama semakin tinggi intensitasnya.

Aku bersyukur dalam hati waktu orang itu menghentikan perbuatan gilanya. Akan tetapi tampaknya itu tidak bertahan lama. Dengan hentakan kasar, orang itu membalikkan tubuhku sehingga tertelentang menghadapnya. Aku terperanjat sekali mengetahui siapa orang itu sebenarnya.
“Dedi .. Kamu..” Dedi hanya menyeringai buas.
“Eh, Sin. Sekarang elu boleh berteriak-teriak sepuasnya, tidak ada lagi orang yang bakalan menolong elu. Apalagi si nenek tua itu sudah mampus!”
Astaga Dedi menyebut Ibu angkatku, ibu kandungnya sendiri, sebagai nenek tua. Keparat.

“Dedi! Jangan, Dedi! Jangan lakukan ini! Gue kan kakak elu sendiri! Jangan!”
“Kakak? Denger, Sin. Gue tidak pernah nganggap elu kakak gue. Siapa suruh elu jadi kakak gue. Yang gue tau cuma Ibuku lah yaang ingin mengadopsi elu!”
“Dedi!”
“Elu kan cewek, Sin. Papa udah ngebiayain elu hidup dan kuliah. Kan tidak ada salahnya gue sebagai anaknya ngewakilin dia untuk meminta imbalan dari elu. Bales budi dong!”
“Iya, Dedi. Tapi bukan begini caranya!”
“Heh, yang gue butuhin cuman tubuh molek elu, tidak mau yang lain. Gue tidak mau tau, elu mau kasih apa tidak!”
“Errgh..”

Aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Mulut Dedi secepat kilat memagut mulutku. Dengan memaksa ia melumat bibirku yang merekah itu, membuatku hampir tidak bisa bernafas. Aku mencoba meronta-ronta melepaskan diri. Tapi cekalan tangan Dedi jauh lebih kuat, membuatku tak berdaya. “Akh!” Dedi kesakitan sewaktu kugigit lidahnya dengan cukup keras. Tapi, “Plak!” Ia menampar pipiku dengan keras, membuat mataku berkunang-kunang. Kugeleng-gelengkan kepalaku yang terasa seperti berputar-putar.

Tanpa mau membuang-buang waktu lagi, Dedi mengeluarkan beberapa utas tali sepatu dari dalam saku celananya. Kemudian ia membentangkan kedua tanganku, dan mengikatnya masing-masing di ujung kiri dan kanan tempat tidur. Demikian juga kedua kakiku, tak luput diikatnya, sehingga tubuhku menjadi terpentang tak berdaya diikat di keempat arah. Oleh karena kencangnya ikatannya itu, tubuhku tertarik cukup kencang, membuat dadaku tambah tegak membusung. Melihat pemandangan yang indah ini membuat mata Dedi tambah menyalang-nyalang bernafsu.

Tangan Dedi mencengkeram kerah blus yang kukenakan. Satu persatu dibukanya kancing penutup blusku. Setelah kancing-kancing blusku terbuka semua, ditariknya blusku itu ke atas. Kemudian dengan sekali sentakan, ditariknya lepas tali pengikat BH-ku, sehingga buah dadaku yang membusung itu terhampar bebas di depannya.

“Wow! Elu punya toket bagus gini kok tidak bilang-bilang, Sin! Auum!” Dedi langsung melahap buah dadaku yang ranum itu. Gelitikan-gelitikan lidahnya pada ujung puting susuku membuatku menggerinjal-gerinjal kegelian. Tapi aku tidak mampu berbuat apa-apa. Semakin keras aku meronta-ronta tampaknya ikatan tanganku semakin kencang. Sakit sekali rasanya tanganku ini. Jadi aku hanya membiarkan buah dada dan puting susuku dilumat Dedi sebebas yang ia suka. Aku hanya bisa menengadahkan kepalaku menghadap langit-langit, memikirkan nasibku yang sial ini.

“Aaarrghh.. Dedi! Jangaann..!” Lamunanku buyar ketika terasa sakit di selangkanganku. Ternyata Dedi mulai menghujamkan kemaluannya ke dalam kewanitaanku. photomemek.com Tambah lama bertambah cepat, membuat tubuhku tersentak-sentak ke atas. Melihat aku yang sudah tergeletak pasrah, memberikan rangsangan yang lebih hebat lagi pada Dedi. Dengan sekuat tenaga ia menambah dorongan kemaluannya masuk-keluar dalam kewanitaanku. Membuatku meronta-ronta tak karuan.

“Urrgh..” Akhirnya Dedi sudah tidak dapat menahan lagi gejolak nafsu di dalam tubuhnya. Kemaluannya menyemprotkan cairan-cairan putih kental di dalam kewanitaanku. Sebagian berceceran di atas sprei sewaktu ia mengeluarkan kemaluannya, bercampur dengan darah yang mengalir dari dalam kewanitaanku, menandakan selaput daraku sudah robek olehnya. Karena kelelahan, tubuh Dedi langsung tergolek di samping tubuhku yang bermandikan keringat dengan nafas terengah-engah.

“Braak!” Aku dan Dedi terkejut mendengar pintu kamar terbuka ditendang cukup keras. Lega hatiku melihat siapa yang melakukannya.
“Papa!”
“Dedi! Apa-apa sih kamu ini?! Cepat kamu bebaskan Sinta!”
Ah, akhirnya neraka jahanam ini berakhir juga, pikirku. Dedi mematuhi perintah ayahnya. Segera dibukanya seluruh ikatan di tangan dan kakiku. Aku bangkit dan segera berlari menghambur ke arah ayah tiriku.
“Sudahlah, Sin. Maafin Dedi ya. Itu kan sudah terjadi”, kata ayah tiriku menenangkan aku yang terus menangis dalam dekapannya.
“Tapi, Pa. Gimana nasib Sinta? Gimana, Pa? Aaahh.. Papaa!” tangisanku berubah menjadi jeritan seketika itu juga tatkala ayah tiriku mengangkat tubuhku sedikit ke atas kemudian ia menghujamkan kemaluannya yang sudah dikeluarkannya dari dalam celananya ke dalam kewanitaanku.

“Aaahh.. Papaa.. Jangaan!” Aku meronta-ronta keras. Namun dekapan ayah tiriku yang begitu kencang membuat rontaanku itu tidak berarti apa-apa bagi dirinya. Ayah tiriku semakin ganas menyodok-nyodokkan kemaluannya ke dalam kewanitaanku. Ah! Ayah dan anak sama saja, pikirku, begitu teganya mereka menyetubuhi anak dan kakak tiri mereka sendiri.

Aku menjerit panjang kesakitan sewaktu Dedi yang sudah bangkit dari tempat tidur memasukkan kemaluannya ke dalam lubang anusku. Aku merasakan rasa sakit yang hampir tak tertahankan lagi. Ayah dan adik tiriku itu sama-sama menghunjam tubuhku yang tak berdaya dari kedua arah, depan dan belakang. Akibat kelelahan bercampur dengan kesakitan yang tak terhingga akhirnya aku tidak merasakan apa-apa lagi, tak sadarkan diri. Aku sudah tidak ingat lagi apakah Dedi dan ayahnya masih mengagahiku atau tidak setelah itu.

Beberapa bulan telah berlalu. Aku merasa mual dan berkali-kali muntah di kamar mandi. Akhirnya aku memeriksakan diriku ke dokter. Ternyata aku dinyatakan positif hamil. Hasil diagnosa dokter ini bagaikan ada raksasa yang menghantam wajahku. Aku mengandung? Kebingungan-kebingungan terus-menerus menyelimuti benakku. Aku tidak tahu secara pasti, siapa ayah dari anak yang sekarang ada di kandunganku ini. Ayah tiriku atau Dedi. Hanya mereka berdua yang pernah menyetubuhiku. Aku bingung, apa status anak dalam kandunganku ini. Yang pasti ia adalah anakku. Lalu apakah ia juga sekaligus adikku alias anak ayah tiriku? Ataukah ia juga sekaligus keponakanku sebab ia adalah anak adik tiriku sendiri?
Tolongkah aku,!,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts